Senin, 02 Maret 2009

Aman Dimot

Pahlawan Aman Dimot
by sudirman
I Pendahuluan
Perjuangan bangsa pada umumnya diartikan sebagai wujud rasa cinta tanah air, kerelaan dan kesadaran untuk membela negara yang timbul pada suatu bangsa. Sementara pengertian nasionalisme adalah hasil proses interaksi kesadaran subjektif antargolongan masyarakat dalam mengembangkan bangsa (Indonesia), dan di lain pihak adalah kondisi objektif sosial politik dalam kurun waktu tertentu yang berkembang di masyarakat Indonesia. Dalam hal ini nasionalisme tidak hanya terbatas pada ucapan saja, tetapi harus diwujudkan dalam tindakan nyata demi kepentingan bangsa dan negara.
Nasionalisme suatu bangsa lebih disebabkan oleh adanya kemauan bersama dari kelompok manusia untuk hidup bersama dalam ikatan suatu bangsa tanpa memandang perbedaan kebudayaan, suku dan agama. Demikian juga oleh faktor geografis, ekonomis, historis dan lain-lain. Amanah itulah yang telah dilaksanakan oleh orang-orang cerdas dan tercerahkan pada zaman dahulu, di antaranya adalah Panglime Abu Bakar Aman Dimot, dalam memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan bangsa ini demi kehidupan yang bermartabat.

II Perjuangan dan Pahlawan Bangsa
Bangsa kita pernah mengalami beberapa masa penjajahan, seperti masa Portugis, Inggris, Belanda dan Jepang, serta masa Perang Kemerdekaan 1945-1949. Dalam perjalanan sejarah masa penjajahan tersebut telah melahirkan aneka pengorbanan dan berbagai gumpalan mega derita dalam berbagai dimensi kehidupan anak manusia.
Pada periode itu pula tampil tokoh masyarakat di setiap daerah untuk memimpin rakyatnya menentang penjajahan tersebut. Situasi konflik dan antagonisme itulah yang sesungguhnya melahirkan pahlawan. Periode kolonial dengan segala implikasi sosial-ekonomi-politiknya selalu dikambinghitamkan sebagai sumber segala jenis kepentingan, ketidakadilan, penindasan, diskriminasi, dan keterbelakangan. Sikap dan prilaku individu atau kelompok yang berkehendak mengubah dan atau mengakhiri keadaan serba tidak adil dan timpang itu dianggap sebagai tindakan kepahlawanan. Orang atau kelompok yang ingin dengan sepenuh hati, tenaga, dan pikiran yang mewujudkan kondisi-kondisi ideal bagi komunitasnya diberi predikat pahlawan. Seorang pahlawan dengan demikian adalah seorang yang dengan gigih dan semangat rela berkorban bersedia mengabdikan diri demi merealisasikan cita-cita yang sesungguhnya juga merupakan cita-cita yang kolektif. Biasanya pahlawan melakukan perjuangan mulia demi kepentingan umum tanpa memperdulikan resiko atas dirinya sendiri.
Untuk itu, kita mengenal adanya pahlawan dari berbagai daerah, salah satu di antaranya adalah Panglime Abu Bakar Aman Dimot, seorang pahlawan Aceh yang berasal dari Aceh Tengah.

III ACEH MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN
Perjanjian Linggajati 1947, ternyata gagal dilaksanakan, yang berujung dengan ultimatum Belanda Mei 1947, karena Belanda ingin membentuk pemerintah bersama dengan pimpinan tertinggi berada di Nederland. Belanda ternyata masih berniat menguasai Indonesia, sehingga terjadi Agresi Belanda I dengan menyerbu berbagai daerah pada tanggal 21 Juli 1947. demikian juga dengan gagalnya perjanjian Renville, yang berujung dengan terjadinya Agresi Belanda II.
Memahami situasi tersebut, masyarakat Aceh sudah dalam keadaan siap siaga menghadapi segala kemungkinan yang akan dilakukan oleh Belanda. Hal itu dengan melakukan konsolidasi kekuatan divisi dan lasykar. Bahkan jauh sebelumnya, yaitu setelah Jepang dikalahkan oleh Sekutu 1945, ternyata Sekutu mendarat ke Indonesia, khususnya Sumatera Timur Oktober 1945, Sekutu ternyata membonceng tentara Belanda yang ingin menguasai kembali Indonesia. Akibat rong-rongan yang terus-menerus dilakukan oleh tentara Belanda, sehingga mendapatkan perlawanan sengit dari rakyat.
Masyarakat Aceh yang sudah memperhitungkan sebelumnya bahwa Belanda akan kembali lagi, sehingga sudah lebih siap menghadapi segala kemungkinan yang akan terjadi jika Belanda benar-benar kembali. Ternyata perkiraan itu benar, sehingga untuk mengantisipasi agar Belanda tidak dapat masuk dan menyerbu Aceh maka masyarakat Aceh yang tergabung dalam berbagai lasykar dan divisi terus menghadang gerak laju Belanda di daerah Sumatera Timur. Lasykar-lasykar rakyat Aceh kemudian terus membanjiri Sumatera Timur untuk menghempang Belanda masuk Aceh dan mengusir penjajahan Belanda yang ingin menguasai kembali Indonesia.

IV Aman Dimot : Pahlawan Kemerdekaan dari Aceh Tengah
Demikian halnya yang dilakukan oleh masyarakat di Aceh Tengah, mendengar keadaan tersebut mereka tidak tinggal diam dan merasa terpanggil untuk membantu perjuangan di setiap front di Sumatera Timur. Banyak pasukan pejuang dari Aceh Tengah yang berangkat ke sana, salah satu di antaranya adalah Panglime Abu Bakar Aman Dimot.
Panglime Abu Bakar Aman Dimot lahir di Tenamak, Linge Isaq tahun 1920. Sebagai seorang muslim, ia semenjak kecil telah ditempa dengan pendidikan agama oleh orang tuanya, sehingga ketika besar menjadi berkepribadian yang tangguh dan mandiri serta mampu menghadapi berbagai masalah dengan tegar dan sabar.
Tidak hayal lagi ketika musuh sudah mengancam keyakinan dan tanah airnya maka bergelora jiwanya untuk tampil membela agama dan bangsa. Hal itu ia buktikan ketika Lasykar Mujahidin yang dipimpin oleh Teungku Ilyas Lebe menyerbu Belanda ke Sumatera Timur, Panglime Abu Bakar Aman Dimot ikut begabung. Dalam perjalanan ke Sumatera Timur, tiba-tiba dihadang oleh pasukan musuh yang sedang berpatroli di Bukit Talang, sehingga terjadi pertempuran sengit antara pasukan Panglime Aman Dimot dengan pasukan patroli Belanda.
Pada tahun 1947, Batang Serangan, Langkat yang sudah terlebih dahulu dikuasai oleh pasukan Belanda sehingga pasukan Panglime Abu Bakar Aman Dimot bergabung dengan pasukan pejuang setempat menyerang Batang Serangan dan rumah sakit umum Batang Serangan yang sudah dijadikan markas militer Belanda. Dalam penyerangan tersebut pasukan pejuang menjadi terdesak karena pasukan musuh yang memiliki senjata berat, sehingga pasukan pejuang mengundurkan diri untuk mengatur strategi. Namun, apa yang terjadi, Panglime Abu Bakar Aman Dimot beserta dua orang temannya tidak mau mengundurkan diri dan terus maju mendekati markas militer Belanda. Ketika tengah malam ia menerobos masuk ke markas militer Belanda sehingga terjadi pertempuran sengit dengan pasukan Belanda di dalam markas tersebut. Panglime Abu Bakar Aman Dimot dengan kelincahannya dalam berperang sehingga dapat lolos dalam peristiwa tersebut, padahal kedua temannya tewas, Panglime Abu Bakar Aman Dimot hanya mengalami luka-luka ringan. Belanda terpaksa mengosongkan markas tersebut karena serangan yang terus-menerus dilakukan oleh pasukan pejuang.
Sekembali mereka dari Sumatera Timur ke Aceh Tengah, Teungku Ilyas Lebe membentuk Barisan Gurilla Rakyat Aceh Tengah untuk program gerilya jangka panjang mempertahankan kemerdekaan. Panglime Abu Bakar Aman Dimot ikut bergabung dalam barisan tersebut.
Atas instruksi Komandan Resimen Devisi Teungku Chik Di Tiro, Barisan Gurilla Rakyat dari Takengon menuju Tanah Karo pada bulan Mei 1949 untuk menyerang Belanda yang telah melancarkan agresinya yang kedua. Perjuangan ke Tanah Karo itu dipimpin langsung oleh Komandan Barisan Gurilla Rakyat Aceh Tengah, Teungku Ilyas Lebe dan pimpinan operasi di antaranya dipimpin oleh Panglime Abu Bakar Aman Dimot.
Pasukan Barisan Gurilla Rakyat Aceh Tengah beberapa kali terlibat pertempuran dengan pasukan Belanda. Panglime Abu Bakar Aman Dimot yang dipercayakan sebagai komandan pertempuran terus menghadang dan menghancurkan konvoi Belanda. Pada suatu hari, pasukan Belanda yang sedang menuju Tiga Binanga diserang oleh pasukan pejuang Panglime Abu Bakar Aman Dimot di jalan raya Kabanjahe jurusan Kutacane. Di tempat tersebut terjadi pertempuran sengit dan memakan banyak korban kedua belah pihak.
Ketika pasukan pejuang mengurus pejuang yang gugur ke rumah sakit Kabanjahe, tiba-tiba datang bala bantuan tentara Belanda. Komandan Barisan Gurilla Rakyat Aceh Tengah, Teungku Ilyas Lebe, memerintahkan pasukan untuk mundur, Panglime Aman Dimot selaku komandan salah satu pasukan menyuruh anak buahnya untuk mundur. Akan tetapi, Panglime Abu Bakar Aman Dimot tidak mau mundur, bersama Pang Ali Rema dan Pang Edem bertahan menunggu musuh dengan cara menyatukan dirinya dengan mayat-mayat yang sudah bergelimpangan tadi, sehingga Belanda mengira mereka bertigapun sudah mati. Ketika Belanda meneliti mayat-mayat anggota pasukannya, tiba-tiba Panglime Abu Bakar Aman Dimot beserta temannya menyerang serdadu Belanda dengan pedang, banyak serdadu Belanda yang tewas dan kedua teman Panglime Abu Bakar Aman Dimot juga tewas, sedangkan Panglime Panglime Abu Bakar Aman Dimot terus mengejar serdadu Belanda dengan pedang. Belanda menjadi bingung karenan beberapa kali gagal membunuh Panglime Abu Bakar Aman Dimot, akhirnya pasukan Belanda menangkap Panglime Abu Bakar Aman Dimot dan meledakkan granat ke dalam mulutnya, tidak cukup dengan itu, pasukan Belanda menggilas tubuh Panglime Abu Bakar Aman Dimot dengan tank. Maka pada tanggal 30 Juli 1949, gugurlah Panglime Aman Dimot di Rajamerahe, Sukaramai, Karo dan dimakamkan di tempat itu. Beberapa tahun kemudian kerangkanya dipindahkan ke Tiga Binanga, selanjutnya dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kabanjahe.

V Penutup
Merujuk kepada pemahaman nasionalisme klasik, yakni perjuangan kebangsaan untuk membebaskan negeri dari penjajah. Dalam konteks ini, nasionalisme suatu bangsa hanya sebatas berjuang membebaskan bangsa dari bangsa penjajah. Namun, dalam konteks kekinian, nasionalisme tidak hanya sebatas berkecimpung dalam pergolakan perjuangan merebut kemerdekaan, tetapi juga mempertahankan, dan mengisi kemerdekaan bangsa yang telah diraih.
Tiada semua pahlawan yang namanya abadi sepanjang masa, dan masih banyak pahlawan yang tiada dikenal dan tiada disapa lagi. Akibat perang ini telah membawa kehidupan anak manusia di bumi ini menjadi dua belah, pada satu belah ia mendapat nama dan harta, di belahan lain ia bergelut dalam berbagai gumpalan derita sampai kepada anak cucunya, dan tiada sedikit menjadi pengkianat bagi bangsanya.
Kecuali itu, sudah menjadi kepastian sejarah bahwa semangat rakyat di bumi Serambi Mekah ini tidak mudah dipadamkan dan ditaklukkan oleh penjajahan.
Namun pertanyaan selalu ada, apakah generasi sesudahnya dapat menyimak perjalanan sejarah itu, sehingga dalam gerak dan langkah mereka senantiasa menghayati nilai-nilai pengorbanan, ketaqwaan, ketulusan, cinta tanah air, tidak kenal menyerah dan tanpa pamrih. Apakah mereka tidak dapat menyingkirkan atau setidaknya tidak turut menabur kerikil-kerikil tajam di atas jalan raya perjalanan sejarah dan kehidupan umat manusia di negeri yang kita cintai ini.
Panglime Abu Bakar Aman Dimot adalah seorang pahlawan yang dengan tindakan-tindakan nyata telah berjasa kepada nusa dan bangsa. Demikian besar jasanya dalam perjuangan menegakkan dan mempertahankan negara ini, sudah selayaknya untuk menghargai jasanya dengan mengangkat sebagai Pahlawan Nasional.


Daftar Pustaka

Alfian, Ibrahim, Perang di Jalan Allah (Perang Aceh 1873-1912), Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1987.

Ibrahim, Mahmud, Mujahid Daratan Tinggi Gayo, Takengon : Yayasan Maqamammahmuda, 2001.

Kohn, Hans, Nasionalisme, Arti dan Sejarahnya, Jakarta : Pembangunan, 1876

Muhammad Isa, T., Mr. Teuku Moehammad Hasan dari Aceh ke Pemersatu Bangsa, Jakarta : Papas Sinar Sinanti, 1999.

Suhartono, Sejarah Pergerakan Nasional : Dari Budi Utomo sampai Proklamasi 1908-1945, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1994

van Niel, Robert, The Emergense of Modern Indonesian Elite, Den Haag : The Hague van Hoeve, 1960

Wiwoho, B., Pasukan Meriam Nukum Sanany, Jakarta : Bulan Bintang, 1985.

Zamzami, Amran, Jihad Akbar di Medan Area, Jakarta : Bulan Bintang, 1990.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar